RSS

perdukunan dalam globalisasi

Dalam era globalisasi saat ini, persaingan semakin ketat baik di dalam maupun luar negeri. Kata “Dukun” sepertinya sudah tidak asing lagi didengar oleh Kita. Dari kalangan atas sampai bawah pasti mengetahui bahkan percaya akan “kekuatan” dukun-dukun yang pernah di datangi, tak sedikit pula yang tidak percaya akan dukun.

Menurut sejarah, dukun sama dengan dokter, psikiater, pengamat politik, pengaman kebudayaan, ahli alam dan cendekiawan zaman dahulu di Indonesia. Sampai zaman walisongo terdahulu, dukun di Indonesia jika ingin menyembuhkan atau menyelesaikan suatu permasalahan selalu bertapa / berdo’a untuk meminta petunjuk dari Tuhan, baru berbicara atau mencoba menyembuhkan penyakit tersebut. Saat ini, bisa dilihat bahwa dukun tidak pernah meminta petunjuk Tuhan, tapi menggunakan ilmu Jin / Setan yang membuat perdukunan menjadi disalahartikan.

Di luar Indonesia pun, terdapat dukun hanya namanya saja yang berbeda lebih menggunakan kata modern. Mereka menyebutnya “Paranormal”. Di Indonesia sendiri kini nama tersebut sudah banyak digunakan untuk “Dukun Kelas Atas” yang tidak ingin disebut sebagai “Dukun”, padahal artinya sama saja, hanya namanya yang berbeda.

Istilah paranormal sebenarnya berarti sesuatu yang tidak dapat dijelaskan secara ilmiah, atau dapat pula disebut seseorang yang mempunyai kemampuan untuk memahami, mengetahui serta mempercayai hal-hal yang tidak dapat dijelaskan secara ilmiah. Istilah supranatural erat kaitannya dengan paranormal. Yakni sebuah istilah yang berarti tidak dapat dijelaskan secara ilmiah dan rasional.

Ada 3 sebutan yang memiliki konotasi yang berbeda untuk konteks yang mirip dengan dukun, paranormal dan praktisi supranatural tersebut, yaitu witch atau tukang sihir, phsychic atau cenayang dan voodoo atau dukun ilmu hitam.Perdukunan seperti sudah menjadi sesuatu yang “Lazim” untuk diperbincangkan bahkan dipraktikan tidak sesuai dengan ajaran yang telah ditentukan / melenceng dari arti dan fungsi sebenarnya.

Pada zaman kita sekarang, praktik perdukunan juga banyak. Bukan karena terputusnya wahyu. Tetapi karena jauhnya masyarakat dari ajaran wahyu (Al-Qur'an), serta keengganan mereka untuk mempelajari dan mengamalkannya. Jumlah mereka jutaan, tersebar di seantero bumi nusantara ini. Ada seorang dukun ternama yang pernah menyampaikan ke Majalah Ghoib, bahwa Jumlah personil dukun yang bernaung dalam kelompoknya berjumlah lebih dari 13 juta personil. Itu hanya satu paguyuban, belum lagi paguyuban dan kelolmpok lainnya yang tidak dibawah naungannya.

Tidak semua dukun yang membuka praktik perdukunan benar-benar seorang dukun. Tidak semua dukun dibantu oleh jin dalam praktiknya. Tidak semua dukun menguasai ilmu-ilmu mistik atau supranatural. Di antara mereka banyak juga yang hanya modal nekat. Karena susah cari pekerjaan atau sulit mencari penghasilan, akhirnya dengan intrik dan rekayasa serta trik tersembunyi mereka membuka praktik perdukunan.

Imam al-Khatthabi mengklasifikasikan praktik perdu­kunan yang ada pada zaman Rasulullah menjadi empat bagian. Pertama, dukun yang berkolaborasi dengan jin. Dalam praktiknya, dukun tersebut selalu mendapatkan pasokan berita dari jin yang telah mencuri kabar dari langit, ada kerjasama dan keterikatan antara keduanya. Kedua, dukun yang terkadang saja dibantu oleh jin. Jin datang untuk mendikte dan menyetirnya. Ketiga, dukun yang bersandar kepada tebakan, perkiraan dan sangkaan. Keempat, dukun yang praktiknya bersandar pada pengalaman dan kebiasaan semata. la mengaitkan masalah yang ada dengan masalah serupa yang telah terjadi atau telah dialaminya. (Fathul Bari: 10/218).


KH. Abdul Wachid yang pernah terjun dalam praktik perdukunan, dan sekarang terus aktif memberantas praktik perdukunan, mendakwahi para pelaku pedukunan yang masih aktif membuka praktik, ternyata ia menemukan tipe-tipe dukun yang diklasifikasikan oleh Imam al-Khatthabi. Tidak semua dukun mempunyai kekuatan mistik. Dan yang paling banyak adalah mereka yang menggunakan intrik.

Sumber :

0 komentar:

Posting Komentar